Menu

    menikahi suku kreung 72bidadari.blogspot.com
    Suku Kreung adalah salah satu etnis minoritas yang tersebar di bagian timur Kamboja. Etnis ini mendiami 27 desa di distrik Ratanakiri. Tak seperti etnis-etnis lainnya di Kamboja, orang-orang Kreung memiliki tradisi yang unik terutama dalam persoalan jodoh. Penduduk etnis ini memiliki pemikiran yang sangat terbuka dalam urusan perjodohan. 
    Para pemuda Kreung menjalani seks bebas, sebuah praktik yang pasti sulit diterima oleh budaya yang mengagungkan keperawanan perempuan. Tetapi dengan menjalani seks bebas bukan berarti etnis Kreung tidak menghargai harkat dan martabat wanita. Mereka justru sangat menghargai emansipasi wanita. 
    menikahi suku kreung 72bidadari.blogspot.com
    Para wanita memiliki hak sepenuhnya untuk memilih siapa yang akan menjadi jodohnya kelak. berikut cerita Suku Kreung seperti dilansir dari Soloraya.com dari techpuffs.com Para orangtua di desa-desa suku Kreung punya tradisi membangun pondok-pondok kecil dari anyaman bambu untuk anak-anak gadis mereka yang sudah beranjak remaja. Gadis-gadis Kreung biasanya dibuatkan pondok cinta ini ketika mereka memasuki usia 13 sampai 15 tahun. 
    Penduduk etnis Kreung sendiri lebih suka menyebutnya ‘rumah perawan’. Pondok ini dimaksudkan sebagai sarana bagi para gadis Kreung untuk menemukan cinta sejati. Dengan begitu gadis-gadis muda tersebut leluasa untuk mengundang para pria, mengenal mereka, dan berhubungan seksual jika mereka menginginkannya. 
    “Sebelum kita membuka rumah kita, kita tidak akan bisa membuka hati untuk orang lain,” kata Gaham, perempuan berusia 21 tahun dari suku Kreung seperti ditulis Campus Diaries. 
    “Suasana di pondok sedikit gelap dan sunyi. Jadi terasa sangat romantis.” Tetapi interaksi antara sepasang pemuda di gubuk cinta tidak selalu diwarnai hubungan seksual. Kadang yang terjadi hanya hubungan persahabatan belaka, dan jika si pria berkunjung yang mereka lakukan mungkin hanya mengobrol hingga larut malam lalu tidur. 
    “Jika aku tidak ingin mereka menyentuhku, mereka tidak akan melakukannya. Kami cuma mengobrol dan tidur.” ucap Nang Chan, gadis berumur 17 tahun yang sudah tinggal di gubuk cinta selama dua tahun. 
    menikahi suku kreung 72bidadari.blogspot.com
    Seperti gadis-gadis lainnya, Chan biasa mencari tahu dulu seperti apa kepribadian si pemuda, pandangan hidupnya, keseriusannya, dan sopan santunnya sebelum ia memutuskan untuk bersedia didekati. Kadang para gadis memang harus mengenal sederet pemuda sebelum mereka benar-benar menemukan yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup. Penduduk etnis Kreung memang menghargai seks pra nikah. Jika melakukan hubungan seksual di luar nikah pada budaya-budaya lain dianggap kehilangan kesucian dan kehormatan, dalam budaya Kreung lepasnya keperawanan seorang gadis justru dianggap sebagai simbol dari kedewasaan dan kemandirian. 
    Seperti dikutip Phnom Penh Post, menurut mereka seks adalah cara bagi pasangan muda-mudi untuk menunjukkan kepada para orang tua bahwa mereka saling mencintai dan berniat serius menjalani komitmen. Tradisi ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi remaja puteri untuk belajar tanggung jawab dan kehati-hatian dalam urusan seks. 
    Para orang tua pun tak keberatan anak mereka ‘berhubungan’ dengan beberapa pemuda sebelum menemukan pasangan sejatinya asalkan si gadis aman dan diperlakukan dengan baik oleh pemuda yang mereka cintai. “Jika kami sudah berhubungan badan dan kami yakin saling mencintai, orang tua juga setuju, maka kami bisa menikah.” 
    Ravee, warga etnis Kreung dari Desa Kala yang sudah berumur 70 tahun mengatakan, “Dalam komunitas masyarakat kami berhubungan badan sebelum menikah adalah hal yang lumrah. Tetapi sekarang orang tua bisa ikut mengenal si pemuda karena dia akan tinggal bersama mereka selama beberapa hari. Dengan begitu mereka bisa mencari tahu apakah latar belakang si pemuda, apakah dia berasal dari keluarga baik-baik atau apakah dia rajin bertani.” 
    Walaupun mungkin banyak orang yang berpendapat bahaya bagi seorang wanita muda untuk tinggal sendirian di sebuah gubuk yang terpisah, menurut Ravee pemerkosaan bukan masalah dalam komunitas etnis Kreung. Meskipun ia tidak bisa menunjukkan bukti statistiknya, menurutnya hukuman adat di suku Kreung cukup efektif dalam mencegah tindak pemerkosaan dalam proses pencarian jodoh ini. 
    Jika seorang gadis menjalani hubungan seksual atas paksaan, maka si pria akan dikenakan denda oleh para tetua kampung. Seluruh hasil panen keluarganya akan diambil. Tentu saja hukuman seperti ini juga akan mendatangkan malu bagi si pemuda beserta keluarganya. Warga Kreung memasuki pernikahan dalam usia yang relatif muda dan dengan cara yang unik pula. Tetapi menurut mereka kekerasan seksual dan perceraian merupakan kasus yang jarang terjadi. 
    Menurut Louis Quail dari Excalibur, tradisi unik ini sudah mulai tergerus arus globalisasi dan budaya barat. Nilai-nilai budaya Kreung sudah mulai terpengaruh budaya Khmer, yang umumnya menganggap seks pra nikah sebagai hal negatif. Sekarang ini hanya di desa Tang Kamal yang masih memelihara tradisi pondok cinta. Tetapi di desa ini pun nilai budaya dari tradisi tersebut sudah mulai luntur. 
    Perubahan gaya hidup dan perekonomian membuat mereka lebih memilih membuat rumah yang lebih bagus dan tahan lama. Daripada membuat gubuk cinta dari bambu yang terpisah dari rumah utama, mereka lebih memilih membangunkan kamar khusus untuk puteri remaja mereka. Selain lebih praktis dan nyaman, dengan begini para orang tua juga masih punya akses untuk memantau interaksi puteri mereka dengan para pemuda yang sedang mendekatinya. Karena kemajuan teknologi dan mudahnya akses terhadap pornografi, para pemuda Kreung pada zaman sekarang juga sudah mulai tidak menghargai wanita serta seks. 
    Lung Wen, seorang tetua adat berusia 49 tahun dari salah satu desa etnis Kreung mengatakan, “para pemuda zaman sekarang sudah tidak sesopan dulu.” Senada dengan Lung Wen, Poeun, gadis Kreung yang berusia 17 tahun berkata, “banyak pemuda yang tidak baik. Beberapa dari mereka yang datang untuk menemuiku bersikap arogan. Tetapi jika mereka mencoba melakukan sesuatu yang tidak aku inginkan, aku usir saja mereka dengan suara keras. Biasanya cara ini berhasil.” 
    gadis kamboja menikahi suku kreung 72bidadari.blogspot.comgadis kamboja menikahi suku kreung 72bidadari.blogspot.comgadis kamboja menikahi suku kreung 72bidadari.blogspot.com

    gadis kamboja menikahi suku kreung 72bidadari.blogspot.com

    0 komentar:

    Posting Komentar

     
    Top